Rabu, 27 Juni 2018

Pamit



Hujan kali ini masih bercerita tentang hal yang sama .

Tentang rindu-rindu yang di endapkan, yang kemudian menguar dan mengalir bersama tetesannya .

Dari balik jendela .

Ku tatap lekat rumput yang tumbuh di pekarangan rumah . 

“ Haii … jejak mu pernah berada disana bukan ? Apakah ia akan benar terhapus , terbawa hanyut bersama dengan aliran hujan ? Lalu bagaimana dengan kisah kita ? “

Wahai Rindu … kenapa tidak menghampiri mereka yang sudah benar-benar di persatukan-Nya saja .

Aku hanyalah selembar kertas yang pernah di tulisinya sebuah puisi , yang kemudian di coretnya kembali . Kemudian kertas itu di remasnya , lalu di biarkan teronggok begitu saja di sudut kamar .
Dia hanya belum sempat membuangnya keluar , mungkin .

Tapi kertas itu dengan polosnya masih saja berharap . Bahwa seseorang disana akan menemukannya , memungutnya , untuk kembali di letakkan di dalam buku dan kembali di tulisi .

Oh … ada apa dengan hujan ? Kenapa tak sedingin biasanya ? kenapa gigil ini justru membuat mataku terasa memanas  ?

Ada yang hendak di tumpahkan . Tapi kemudian kembali di redam nya dengan keras .

Jangan lemah …

Segalanya akan baik-baik saja .

Aku kembali terdiam . Menatap hujan yang mulai mereda . 

Sebentar lagi segala akan kembali pada titik terbaiknya . Langit akan kembali menjadi cerah . Dan bunga-bunga di halaman rumah akan kembali merekah .

Kamu pernah menjadi saksi bagaimana keidahan mereka selepas hujan bukan ? 

Pun semoga denganku .

Setelah ini mungkin aku akan semakin menguat . dan semoga juga dapat menjadi semakin baik.

Aku hendak belajar ikhlas … aku mau percaya saja pada janji juga takdir-Nya .

Bukankah itu pastilah yang terbaik ?

Dan teruntuk kamu . Terima kasih telah menjadi hujan .

Terimakasih karena telah menjadi ada , meski hanya untuk sementara .

Aku pamit .




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TENTANG KITA

Kita tidak perlu menjelaskan kepada dunia bahwa kita dekat. Lebih dari satu dekade. Bukan waktu yang singkat untuk sebuah persahabatan. Mesk...