Hujan kali ini masih bercerita tentang hal yang sama .
Tentang rindu-rindu yang di endapkan, yang kemudian menguar
dan mengalir bersama tetesannya .
Dari balik jendela .
Ku tatap lekat rumput yang tumbuh di pekarangan rumah .
“ Haii … jejak mu pernah berada disana bukan ? Apakah ia
akan benar terhapus , terbawa hanyut bersama dengan aliran hujan ? Lalu
bagaimana dengan kisah kita ? “
Wahai Rindu … kenapa tidak menghampiri mereka yang sudah
benar-benar di persatukan-Nya saja .
Aku hanyalah selembar kertas yang pernah di tulisinya sebuah
puisi , yang kemudian di coretnya kembali . Kemudian kertas itu di remasnya ,
lalu di biarkan teronggok begitu saja di sudut kamar .
Dia hanya belum sempat membuangnya keluar , mungkin .
Tapi kertas itu dengan polosnya masih saja berharap . Bahwa
seseorang disana akan menemukannya , memungutnya , untuk kembali di letakkan di
dalam buku dan kembali di tulisi .
Oh … ada apa dengan hujan ? Kenapa tak sedingin biasanya ?
kenapa gigil ini justru membuat mataku terasa memanas ?
Ada yang hendak di tumpahkan . Tapi kemudian kembali di
redam nya dengan keras .
Jangan lemah …
Segalanya akan baik-baik saja .
Aku kembali terdiam . Menatap hujan yang mulai mereda .
Sebentar lagi segala akan kembali pada titik terbaiknya .
Langit akan kembali menjadi cerah . Dan bunga-bunga di halaman rumah akan
kembali merekah .
Kamu pernah menjadi saksi bagaimana keidahan mereka selepas
hujan bukan ?
Pun semoga denganku .
Setelah ini mungkin aku akan semakin menguat . dan semoga
juga dapat menjadi semakin baik.
Aku hendak belajar ikhlas … aku mau percaya saja pada janji
juga takdir-Nya .
Bukankah itu pastilah yang terbaik ?
Dan teruntuk kamu . Terima kasih telah menjadi hujan .
Terimakasih karena telah menjadi ada , meski hanya untuk
sementara .
Aku pamit .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar