Sepeninggal pagi, langit masih menggelap... Kabut masih menyelimuti kota Bandung, hawa dingin menembus basah kesetiap sanubari yang melanglangbuana di antara reriuhan taman kota.
Seorang gadis berdiri sendiri pada sebuah halte, di temani sepi juga angin semilir yang menggoyangkan jilbab ungunya yang terulur anggun ke seluruh tubuh. Gadis sedang menunggu, tapi hatinya limpung, tak tahu apa dan siapa yang sedang di tunggu. Yang dia tahu, dia hanya mesti menunggu.
Seseorang yang katanya akan datang, untuk membawanya berlari dari sepi, mengajaknya menjemput mimpi, bersama. Tapi nyatanya hingga hari ke seratus delapan puluh dua ini seseorang itu belum juga datang. Gadis mulai kelelahan, matanya nya ingin mengeluarkan sesuatu, tapi di tahannya. Ia hanya tak ingin seseorang itu melihatnya dalam keadaan rapuh ketika nanti datang.
Gadis tetap tersenyum, meski harus sedikit di paksakan. Luka-luka mulai bertumbuhan di sekitar hatinya, untuk setiap hari yang di temuinya bersama kecewa, luka itu tumbuh semakin subur bak di siram dan di pupuk dengan segala rasa sakit juga sesak yang lama di simpannya. Gadis bertanya, kenapa tak jua datang? Tapi seseorang itu seolah bungkam.
Tanpa mau melepaskan, seseorang membiarkan gadis hidup bersama harapan-harapan.
Minggu, 19 Maret 2017
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
TENTANG KITA
Kita tidak perlu menjelaskan kepada dunia bahwa kita dekat. Lebih dari satu dekade. Bukan waktu yang singkat untuk sebuah persahabatan. Mesk...
-
Paling tidak aku selalu berharap bahwa semuanya bisa menjadi gamblang di pikiranku. Agar tak ada lagi terka yang membungkam membuat gelap...
-
PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT OLEH MAHASISWA PRODI S1 AKUNTANSI DENGAN TEMA ” MEMBERIKAN PENGETAHUAN ANAK DENGAN PENYULUHAN”GUNA MENINGKATK...
-
Semesta kadang memang selucu itu. Rasanya aku telah berlari sejauh yang aku bisa. Bukan menghindar... Hanya berusaha memberi jeda pada per...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar